Rabu, 22 Juni 2016

RIWAYAT HIDUP SYEKH SULAIMAN HILMI TUNAHAN

A.    Kelahiran Syekh Sulaiman Hilmi Tunuhan

Al-Imam Süleyman Hilmi Tunahan adalah daripada keluarga sarjana Islam yang terkemuka. Datuknya adalah Kaymak Hâfiz dan keluarganya adalah dari silsilah keturunan İdris Bey yang nasabnya sampai kepada Rasulullah s.a.w. Di zaman Sultan Muhammad al-Fatih (1444 – 1446 / 1451 – 1481), beliau mencari orang yang mempunyai nasab keturunan Nabi s.a.w. dan apabila İdris Bey ditemui, beliau dikahwinkan dengan saudara perempuan al-Fatih.

                                                 Syekh Sulaiman Hilmi Tunahan
Süleyman Hilmi dilahirkan di bandar Ferhatlar yang terletak di wilayah Silistre, (Bulgaria hari ini) pada tahun 1888. Pendidikan awalnya bermula di Madrasah Satırlı bersama-sama dengan adik beradiknya yang lain. Semasa di madrasah inilah kelebihan Süleyman Hilmi berbanding dengan anak-anaknya yang lain. Süleyman Hilmi diberikan perhatian yang intensif, malah dilayan secara istimewa agar kematangannya meningkat cergas.
B.     Keadaan Sosial Masyrakat dan Pendidikan
Süleyman Hilmi membesar di Istanbul di dalam suasana negara yang sedang kacau bilau. Semasa berlakunya rampasan kuasa penggulingan Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1909, Süleyman Hilmi masih lagi di bangku pengajian. Dia menentang sekeras-kerasnya revolusi itu serta sebarang usaha pembaratan yang dilakukan.
Malang sekali, tidak sampai lima tahun Süleyman Hilmi beroleh ijazah pendidikannya, bumi Turki ditimpa musibah. Turkish Grand National Assembly telah dibentuk, Kesultanan dan Institusi Khilafah dimansuhkan, Sultan Mehmed VI Vahîdeddîn (1918 – 1922) digulingkan, Republik Turki diisytiharkan penubuhannya, dan akhir sekali, semua 520 sekolah di Turki telah digabungkan di bawah polisi pendidikan sekular pada tahun 1924. Oleh itu, Süleyman Hilmi bergerak aktif meneruskan aktiviti mengajarnya di Masjid Sultan Ahmet dan Süleymaniye, Yeni Cami, Şahzade Paşa, Kasim Paşa dan beberapa masjid yang lain.
Beliau juga terus menerus memberi peringatan kepada rakan-rakannya agar tidak takut kepada pemerintah, sebaliknya meneruskan usaha mengajar masyarakat ilmu Islam
C.    Strategi Syekh Sulaiman Hilmi Tunuhan dalam Pendidikan
Strategi Süleyman Hilmi Tunahan di dalam meneruskan profesyen perguruannya adalah seperti berikut:
1.      Sentiasa Bertukar Tempat

Di suatu hari, beliau mengajar anak-anak muridnya di bilik Muazzin di Masjid Şahzade Paşa dan pada hari yang berikutnya beliau mengajar di rumah salah seorang anak muridnya di penjuru Istanbul. Kadang-kadang beliau membawa anak muridnya ke celah-celah bangunan usang, atau di bilik-bilik bawah tanah di bangunan yang ditinggalkan. Pernah beliau berkata kepada anak muridnya, “Apa yang penting ialah dakwah kita berjaya, kerana itulah kita tidak kisah dengan nasib diri masing-masing. Kita menerima sahaja seandainya tempat kita adalah di tempat orang meletak kasut di majsid. Aku mengajar kamu dan aku pindahkan kamu dari satu tempat ke satu tempat seperti kucing yang menggendong anaknya”. Itulah Süleyman Hilmi Tunahan.
2.      Mengambil Upah Bercucuk Tanam

Al-Imam Süleyman Hilmi Tunahan mengambil upah bercucuk tanam bersama anak muridnya di ladang. Di waktu siang mereka memakai pakaian peladang dan bercucuk tanam. Manakala selepas tenggelam matahari, mereka akan memulakan sesi pengajian secara yang tersembunyi. Apabila kedudukan mereka dikesan oleh pihak polis, mereka akan membawa kitab masing-masing berpindah ke tempat lain, sama ada di ladang-ladang mahu pun di celah pergunungan.
3.      Menghantar Anak Muridnya Ke Merata Tempat Untuk Persediaan Dakwah

Süleyman Hilmi Tunahan sentiasa menggalakkan anak-anak muridnya supaya merantau dan membuka pusat-pusat pengajian al-Quran di sana. Katanya, “pergilah kamu semua ke kampung halaman masing-masing dan bukalah Dar al-Quran serta asrama pelajar di sana. Ajarkan anak-anak umat Muhammad s.a.w. Kitab Allah dan agama-Nya. Jika kamu laksanakan ini semua, aku lepaskan kamu. Seandainya tidak, akan kugenggam leher kalian!”
Pada tahun 1949, kerajaan telah membuka kembali sekolah agama hasil tekanan yang dikenakan oleh umat Islam di Turki. Apabila Parti Demokrat mendapat mandat memerintah pada tahun 1950, aktiviti-aktiviti Islam kembali aktif. Terkabullah pada masa itu impian Süleyman Hilmi dan beliau dapat mengajar semula secara sempurna. Pada masa itu, masjid-masjid sudah tidak berimam, malah jika ada berlaku kematian, jenazah menanti di masjid untuk disembahyangkan. Di zaman derita itulah Süleyman Hilmi terus gigih berbakti.
Sekolah menghafal al-Quran dan pendidikan bermanhajkan metodologi al-Imam Süleyman Hilmi Tunahan akhirnya ditubuhkan secara rasmi pada tahun 1952.
                                                  Makam Syekh Sulaiman Hilmi Tunahan
Kehidupan yang penuh derita dan sengsara ketika mengajar dan membesarkan anak-anak muridnya, menjadikan Süleyman Hilmi menderita fizikal badannya. Pada 16 September 1959, al-Imam Süleyman Hilmi Tunahan pulang kepada Allah ketika merah Maghrib melabuh tirai.

Source: Diintisarikan dari berbagai sumber

PESANTREN SULAIMANIYAH, TURKI

A.    Sejarah dan Perkembangan

Penetapan hukum penyatuan pendidikan di Turki pada tanggal 3 Maret 1924 memberikan dampak besar terhadap pendidikan Islam di negara tersebut. Pada awalnya, semua madrasah disatukan di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan.

Lambat laun, pengajaran Islam di madrasah dihapus total. Bahkan, dakwah Islam secara tradisional pun dilarang. Kondisi ini sangat memprihatinkan, terutama bagi pendiri Pondok Pesantren Sulaimaniyah, Syekh Sulaiman Hilmi Tunahan. Ia terus menggaungkan dakwah Islam hingga Sekolah Sulaimaniyah masih tegar berdiri hingga sekarang. Bahkan, hasil pendidikan dari institusi tersebut kini dapat dirasakan oleh para pelajar dan mahasiswa Indonesia.



Syekh Sulaiman bersama sekitar 560 guru lain mengirimkan telegraf kepada pemerintah. Mereka menyatakan bersedia menanggung beban keuangan akibat peperangan dengan mengajar gratis di sekolah-sekolah. Sayangnya, ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh Pemerintah Turki ketika itu. Pengajaran Islam dianggap tindakan melawan hukum penyatuan pendidikan dan pelakunya dikenai sanksi.

"Banyak ulama yang dihukum mati ketika itu," kata Pimpinan Pondok Pesantren Sulaimaniyah Yogyakarta, Ustaz Yasir Bagci.

Dakwah Syekh Sulaiman terus berlanjut secara sembunyi-sembunyi. Di ladang-ladang, ia mengajar para petani dan buruh. Upaya ini akhirnya diketahui pemerintah. Ia diciduk oleh polisi dan diinterogasi. Syekh Sulaiman juga menghadapi persidangan dengan berbagai tuduhan, namun tak pernah terbukti bersalah.

Dakwah Syekh Sulaimaniyah terus berlanjut. Untuk mendapatkan ilmu agama, murid-muridnya harus menyamar sebagai pekerja tambang hingga pembuat bata. Dalam kondisi tertentu, ia benar-benar tak dapat duduk berkumpul dengan murid-muridnya. Pelajaran pun diberikan dalam perjalanan kereta api.

Kini perjuangan Syekh Sulaimaniyah telah berbuah manis. PP Sulaimaniyah telah berkembang ke berbagai penjuru dunia. cabang-cabang pesantren ini telah tersebar di puluhan negara.

Di Indonesia, pesantren ini bergerak di bawah Yayasan United Islamic Cultural Center of Indonesia (UICCI). Organisasi ini secara resmi bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) RI memberikan pendidikan gratis untuk mencetak dai-dai dengan pengalaman pendidikan di Indonesia dan Turki



PP Sulaimaniyah telah membuka 21 cabang di berbagai kota di Indonesia. Mulai dari pelajar SMP, SMA, hingga mahasiswa bisa mengenyam pendidikan di situ. Ada pula pesantren khusus tahfidz dan tadris. Tahun depan, Pesantren Sulaimaniyah akan membuka sembilan cabang baru sehingga total 30 cabang akan berdiri di Indonesia.

United Islamic Cultural Centre of Indonesia (UICCI) atau Yayasan Pusat Persatuan Kebudayaan Islam di Indonesia pertama kali berdiri pada tahun 2005, pengelola Pondok Pesantren Sulaimaniyah telah memberikan dukungan kepada anak-anak Indonesia yang berprestasi dan berkeinginan belajar di Pondok Pesantren Sulaimaniyah dengan menggunakan metode Turki Otsmani.

Anak-anak tersebut diasuh dengan baik dan mendapatkan fasilitas makan 3 (tiga) kali sehari, tempat tinggal, kesehatan, perlindungan, pendidikan Agama Islam, Menghafal Al-Qur`an Al-karim dan pendidikan bahasa asing yaitu bahasa Turki, bahasa Arab.

Menurut Taceddin yang merupakan warga Turki asli ini, pondok Pesantren Sulaimaniyah adalah sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial keagamaan, bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengutamakan siswa berprestasi baik yang mampu maupun yang kurang mampu, sehingga mempunyai pola pikir dan keyakinan yang Islami di Era Globalisasi saat ini.


B.  Tujuan

Tujuan utama didirikannya pesantren-pesantren ini adalah mencetak generasi muda yang berilmu dan bertaqwa sehingga selama siswa dalam asrama kami mengajarkan ilmu-ilmu agama diantaranya Alqur’an Al-karim, Fikih, Akhlak, Tauhid sesuai dengan AhlSunnah wal-Jama’ah.


C. Program- Program Pesantren Sulaimaniyah Turki

Pondok Pesantren Sulaimaniyah mempunyai program kerja jangka pendek, menengah dan panjang.

1.      Program jangka pendek

-         Mendirikan Boarding School, sebagai asrama para siswa SMP dan SMA agar lebih efektif dalam pembinaan moral, kepribadian, kebudayaan yang tidak terlepas dari ajaran Islam sebagai dasar pembentukan sikap dan mental pada generasi yang tangguh di masa yang akan datang.
-         Ikut mensukseskan program pendidikan wajib belajar melalui :
-         Pendataan siswa berprestasi yang ingin belajar.
-         Dukungan finansial bagi para siswa berprestasi dari keluarga yang kurang mampu
-         Pembinaan pendidikan di luar jam sekolah
-         Memberikan motivasi kepada para siswa untuk dapat mandiri.

2.     Program jangka menengah

-         Memperlancar kegiatan, yayasan berupa melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan
-         Mengadakan pertemuan secara periodic dengan orang tua siswa untuk mempererat tali silaturrahim dan mengetahui permasalahan yang dihadapi siswa
-         Dalam waktu satu tahun murid dapat menghafal Al-Qur`an 30 juz dengan baik.

3.     Program jangka panjang

-         Mengusahakan Boarding School untuk tingkat perguruan tinggi
-         Mengusahakan lapangan kerja bagi alumni berprestasi
-         Menyediakan tenaga para medis untuk menjaga kesehatan
-         Mengusahakan mendirikan cabang Boarding School di seluruh provinsi dan kabupaten di wilayah RI

D.       Proses Pendidikan Pesantren Sulaimaniyah Tuki

Beberapa bulan pertama di PP Sulaimaniyah, para santri akan diajak memperlancar bacaan Alquran. Ini menjadi syarat wajib untuk menghafal Alquran dengan baik dan benar. Para santri diharapkan dapat menghafal Alquran dalam setahun.
Tahun kedua, para santri diajari ilmu nahwu dan shorof sebagai dasar mempelajari bahasa Arab. Mereka juga diajari bahasa Turki sebagai bekal belajar dan komunikasi dua tahun berikutnya di negara tersebut.




Sistem menghafal di PP Sulaimaniyah menggunakan metode Utsmani. Para hafiz menghafal Alquran dari halaman paling belakang di tiap juz. Secara bertahap, mereka menambah hafalan satu halaman dari belakang tiap juz.

Source: Diintisarikan dari berbagai sumber

Kamis, 09 Juni 2016

Mbah Dullah, ulama karismatik nan sederhana

Berkenaan dengan haul Simbah KH. Abdullah Salam Kajen, rahimahuLlah, aku turunkan kembali tulisanku saat itu. Saat kudengar kepulangan orang hebat ini ke hadirat Ilahi 25 Sya’ban 1422. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
MBAH DULLAH
Di Surabaya, dalam perjalanan pulang dari Jember, saya mendapat telpon dari anak saya bahwa Mbah Dullah, KH. Abdullah Salam Kajen, telah pulang ke rahamtuLlah. Innaa liLlahi wainnaa ilaiHi raaji’uun! Dikabarkan juga, berdasarkan wasiat almarhum walmaghfurlah, jenazah beliau akan langsung dikebumikan sore hari itu juga.
SubhanaLlah! Selalu saja setiap kali ada tokoh langka yang dicintai banyak orang meninggal, saya merasa seperti anak-anak yang terpukul, lalu hati kecil bicara yang tidak-tidak. Seperti kemarin itu ketika mendengar Mbah Dullah wafat, secara spontan hati kecil saya ‘gerundel’: “Mengapa bukan koruptor dan tokoh-tokoh jahat yang sibuk pamer gagah tanpa mempedulikan kepentingan orang banyak itu yang dicabut nyawanya? Mengapa justru orang baik yang dicintai masyarakat seperti mbah Dullah yang dipanggil?” Astaghfirullah!
Sepanjang perjalanan itu pun saya terus diam dengan pikiran mengembara. Kenangan demi kenangan tentang pribadi mulia mbah Dullah, kembali melela bagai gambar hidup.

Berperawakan gagah. Hidung mancung. Mata menyorot tajam. Kumis dan jenggotnya yang putih perak, menambah wibawanya. Hampir selalu tampil dengan pakaian putih-putih bersih, menyempurnakan kebersihan raut mukanya yang sedap dipandang.
Melihat penampilan dan rumahnya yang tidak lebih baik dari gotakan tempat tinggal santri-santrinya, mungkin orang akan menganggapnya miskin; atau minimal tidak kaya. Tapi tengoklah; setiap minggu sekali pengajiannya diikuti oleh ribuan orang dari berbagai penjuru dan … semuanya disuguh makan.
Selain pengajian-pengajian itu, setiap hari beliau menerima tamu dari berbagai kalangan yang rata-rata membawa masalah untuk dimintakan pemecahannya. Mulai dari persoalan keluarga, ekonomi, hingga yang berkaitan dengan politik. Bahkan pedagang akik dan minyak pun beliau terima dan beliau ‘beri berkah’ dengan membeli dagangan mereka.
Ketika beliau masih menjadi pengurus (Syuriah) NU, aktifnya melebihi yang muda-muda. Seingat saya, beliau tidak pernah absen menghadiri musyawarah semacam Bahtsul masaail, pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan agama, yang diselenggarakan wilayah maupun cabang. Pada saat pembukaan muktamar ke 28 di Situbondo, panitia meminta beliau –atas usul kiai Syahid Kemadu—untuk membuka Muktamar dengan memimpin membaca Fatihah 41 kali. Dan beliau jalan kaki dari tempat parkir yang begitu jauh ke tempat sidang, semata-mata agar tidak menyusahkan panitia.
Semasa kondisi tubuh beliau masih kuat, beliau juga melayani undangan dari berbagai daerah untuk memimpin khataman Quran, menikahkan orang, memimpin doa, dsb.
Ketika kondisi beliau sudah tidak begitu kuat, orang-orang pun menyelenggarakan acaranya di rumah beliau. Saya pernah kebetulan sowan, agak kaget di rumah beliau ternyata banyak sekali orang. Belakangan saya ketahui bahwa Mbah Dullah sedang punya gawe. Menikahkan tiga pasang calon pengantin dari berbagai daerah.
Mbah Dullah, begitu orang memanggil kiai sepuh haamilul Qur’an ini, meskipun sangat disegani dan dihormati termasuk oleh kalangan ulama sendiri, beliau termasuk kiai yang menyukai musyawarah. Beliau bersedia mendengarkan bahkan tak segan-segan meminta pendapat orang, termasuk dari kalangan yang lebih muda. Beliau rela meminjamkan telinganya hingga untuk sekedar menampung pembicaraan-pembicaraan sepele orang awam. Ini adalah bagian dari sifat tawaduk dan kedermawanan beliau yang sudah diketahui banyak orang.
Tawaduk atau rendah hati dan kedermawanan adalah sikap yang hanya bisa dijalani oleh mereka yang kuat lahir batin, seperti Mbah Dullah. Mereka yang mempunyai (sedikit) kelebihan, jarang yang mampu melakukannya. Mempunyai sedikit kelebihan, apakah itu berupa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, atau ilmu pengetahuan, biasanya membuat orang cenderung arogan atau minimal tak mau direndahkan.
Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Berbeda dengan rendah hati yang muncul dari pribadi yang kuat, rendah diri muncul dari kelemahan. Mbah Dullah adalah pribadi yang kuat dan gagah luar dalam. Kekuatan beliau ditopang oleh kekayaan lahir dan terutama batin. Itu sebabnya, disamping dermawan dan suka memberi, Mbah Dullah termasuk salah satu –kalau tidak malah satu-satunya – kiai yang tidak mudah menerima bantuan atau pemberian orang, apalagi sampai meminta. Pantangan. Seolah-olah beliau memang tidak membutuhkan apa-apa dari orang lain. Bukankah ini yang namanya kaya?
Ya, mbah Dullah adalah tokoh yang mulai langka di zaman ini. Tokoh yang hidupnya seolah-olah diwakafkan untuk masyarakat. Bukan saja karena beliau punya pesantren dan madrasah yang sangat berkualitas; lebih dari itu sepanjang hidupnya, mbah Dullah tidak berhenti melayani umat secara langsung maupun melalui organisasi (Nahdlatul Ulama).
Mungkin banyak orang yang melayani umat, melalui organanisi atau langsung; tetapi yang dalam hal itu, tidak mengharap dan tidak mendapat imbalan sebagaimana mbah Dullah, saya rasa sangat langka saat ini. Melayani bagi mbah Dullah adalah bagian dari memberi. Dan memberi seolah merupakan kewajiban bagi beliau, sebagaimana meminta –bahkan sekedar menerima imbalan jasa– merupakan salah satu pantangan utama beliau.
Beliau tidak hanya memberikan waktunya untuk santri-santrinya, tapi juga untuk orang-orang awam. Beliau mempunyai pengajian umum rutin untuk kaum pria dan untuk kaum perempuan yang beliau sebut dengan tawadluk sebagai ‘belajar bersana’. Mereka yang mengaji tidak hanya beliau beri ilmu dan hikmah, tapi juga makan setelah mengaji.
Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji, berbisik-bisik: “Orang sekian banyaknya yang mengaji kok dikasi makan semua, kan kasihan kiai.” Dan orang ini pun sehabis mengaji menyalami mbah Dullah dengan salam tempel, bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan mbah Dullah minta untuk diumumkan, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengan beliau sehabis mengaji. “Cukup bersalaman dalam hati saja!” kata beliau. Konon orang kaya itu kemudian diajak beliau ke rumahnya yang sederhana dan diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah, “Lihatlah, saya ini kaya!” kata beliau kepada tamunya itu.
Memang hanya hamba yang fakir ilaLlah-lah, seperti mbah Dullah, yang sebenar-benar kaya.
Kisah lain; pernah suatu hari datang menghadap beliau, seseorang dari luar daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada mbah Dullah sambil berkata: “Terimalah ini, mbah, sedekah kami ala kadarnya.”
“Di tempat Sampeyan apa sudah tak ada lagi orang faqir?” tanya mbah Dullah tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, “kok Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?”
“Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, mbah; semua sudah saya beri.”
“Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?” tanya mbah Dullah.
“Ya enggak, mbah …” jawab si tamu terbata-bata. Belum lagi selesai bicaranya, mbah Dullah sudah menukas dengan suara penuh wibawa: “Kalau begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan. Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!”
Kisah yang beredar tentang ‘sikap kaya’ mbah Dullah semacam itu sangat banyak dan masyhur di kalangan masyarakat daerahnya.
Mbah Dullah ‘memiliki’, di samping pesantren, madrasah yang didirikan bersama rekan-rekannya para kiai setempat. Madrasah ini sangat terkenal dan berpengaruh; termasuk –kalau tidak satu-satunya— madrasah yang benar-benar mandiri dengan pengertian yang sesungguhnya dalam segala hal.
32 tahun pemerintah orde baru tak mampu menyentuhkan bantuan apa pun ke madrasah ini. Orientasi keilmuan madrasah ini pun tak tergoyahkan hingga kini. Mereka yang akan sekolah dengan niat mencari ijazah atau kepentingan-kepentingan di luar ‘menghilangkan kebodohan’, jangan coba-coba memasuki madrasah ini.
Ini bukan berarti madrasahnya itu tidak menerima pembaruan dan melawan perkembangan zaman. Sama sekali. Seperti umumnya ulama pesantren, beliau berpegang kepada ‘Al-Muhaafadhatu ‘alal qadiemis shaalih wal akhdzu bil jadiedil ashlah’, Memelihara yang lama yang relevan dan mengambil yang baru yang lebih relevan. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum, sylabus, dan matapelajaran-matapelajaran yang diajarkan yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Singkat kata, sebagai madrasah tempat belajar, madrasah mbah Dullah mungkin sama saja dengan yang lain. Yang membedakan ialah karakternya.
Agaknya mbah Dullah –rahimahuLlah — melalui teladan dan sentuhannya kepada pesantren dan madrasahnya, ingin mencetak manusia-manusia yang kuat ‘dari dalam’; yang gagah ‘dari dalam’; yang kaya ‘dari dalam’; sebagaimana beliau sendiri. Manusia yang berani berdiri sendiri sebagai khalifah dan hanya tunduk menyerah sebagai hamba kepada Allah SWT.
Bila benar; inilah perjuang yang luar biasa berat. Betapa tidak? Kecenderungan manusia di akhir zaman ini justru kebalikan dari yang mungkin menjadi obsesi mbah Dullah. Manusia masa kini justru seperti cenderung ingin menjadi orang kuat ‘dari luar’; gagah ‘dari luar’; kaya ‘dari luar’, meski terus miskin di dalam.
Orang menganggap dirinya kuat bila memiliki sarana-sarana dan orang-orang di luar dirinya yang memperkuat; meski bila dilucuti dari semua itu menjadi lebih lemah dari makhluk yang paling lemah. Orang menganggap dirinya gagah bila mengenakan baju gagah; meski bila ditelanjangi tak lebih dari kucing kurap. Orang menganggap dirinya kaya karena merasa memiliki harta berlimpah; meski setiap saat terus merasa kekurangan.
Waba’du; sayang sekali jarang orang yang dapat menangkap kelebihan mbah Dullah yang langka itu. Bahkan yang banyak justru mereka yang menganggap dan memujanya sebagai wali yang memiliki keistimewaan khariqul ‘aadah. Dapat melihat hal-hal yang ghaib; dapat bicara dengan orang-orang yang sudah meninggal; dapat menyembuhkan segala penyakit; dsb. dst. Lalu karenanya, memperlakukan orang mulia itu sekedar semacam dukun saja. Masya Allah!
Ke-’wali’-an Mbah Dullah –waLlahu a’lam– justru karena sepanjang hidupnya, beliau berusaha –dan membuktikan sejauh mungkin– melaksanakan ajaran dan keteladanan pemimpin agungnya, Muhammad SAW, terutama dalam sikap, perilaku, dan kegiatan-kegiatan beliau; baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama hambaNya.
Begitulah; Mbah Dullah yang selalu memberikan keteduhan itu telah meninggalkan kita di dunia yang semakin panas ini. Beliau sengaja berwasiat untuk segera dimakamkan apabila meninggal. Agaknya beliau, seperti saat hidup, tidak ingin menyusahkan atau merepotkan orang. Atau, siapa tahu, kerinduannya sudah tak tertahankan untuk menghadap Khaliqnya.
Dan Ahad, 25 Sya’ban 1422 / 11 November 2001 sore, ketika Mbah Dullah dipanggil ke rahmatuLlah, wasiat beliau pun dilaksanakan. Beliau dikebumikan sore itu juga di dekat surau sederhananya di Polgarut Kajen Pati.
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-sejatiKu, dan masuklah ke dalam sorgaKu!”
Selamat jalan, Mbah Dullah! AnnasakumuLlah ilaa yaumi yub’atsuun!
source: http://gusmus.net/mata-air/mbah-dullah

Launching dan Penyerahan SK penyerahan izin pendirian Ma'had Aly

Dalam rangka bentuk afirmasi pemerintah terhadap lembaga pendidikan tinggi Mahad Aly, pada tanggal 30 Mei 2016 diselenggarakan prosesi Lauching dan Penyerahan Surat Keputusan (SK) Penetapan Izin Pendirian Ma'had Aly yang bertempat di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Tmur. Penyerahan SK sendiri diberikan langsung oleh Menteri Agama Drs Lukman Hakin Saefuddin.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Prof Kamaruddin Amin, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dr Mohsen, Kabid PD Pontren se- Indonesia, para Kyai, Pejabat Daerah, dan komponen masyarakat lainnya.

Upaya penguatan Ma’had Aly dari segi regulasi dan kelembagaan nyatanya menjadi konsern Subdit Pendidikan Diniyah pada Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren). Dengan diselenggarakannya launching dan diterbitkannya SK ini merupakan sebuah sinyal positif dalam mewujudkan Ma’had Aly yang kompeten, beritegritas, dan berkarakter serta berwawasan kebangsaan. Karena bagaimanapun, pemerintah harus mengapresiasi dan mengakui adanya lembaga pendidikan Ma’had Aly setingkat perguruan tinggi yang sudah exist diselenggarakan oleh pesantren, dan pesantren sebagai penyelenggara sendiri notabennya merupakan lembaga pendidikan yang sudah lama ada dan beroperasi bahkan jauh sebelum bangsa ini lahir.

Terdapat 13 (tiga belas) Ma’had Aly yang dilaunching dan diberikan SK pendiriannya oleh Menteri Agama. Dalam kesempatan ini Menag menjelaskan hadirnya Ma’had Aly merupakan jawaban dari kurangnya kaderisasi ulama saat ini. Selain it
U, menag menambahkan momentum ini bukan merupakan kepentingan pesantren sebagai penyelenggara, melainkan kebutuhan bangsa. Dan dengan dilaunchingnya Ma’had Aly dapat melahirkan kaderisasi ulama yang secara kualitas mampu menjawab tantangan dan persoalan zaman, dan dari segi kuantitas tidak sedikit jumlahnya.

Sementara itu, Dirjen Pendidkan Islam Prof Kamaruddin Amin berharap 13 Ma’had Aly yang sudah diberikan SK pendiriannya agar bias memiliki keunggulan dan memiliki distingsi keilmuan yang khusus pada masing- masing prodi penyelenggara Ma’had Aly


diharapkan dengan launching dan penetapan SK pendirian ini dapat menjadi momentum terwujudnya penguatan dan oengembangn Ma’had Aly yang kompeten, berkembang, dan kontra- produktif berbasis kitab kuing yang dapat menjawab tantangan dan permasalahan zaman. Lebih lanjut, keberadaan Ma’had Aly dapat menjadi referensi dalam mencari ilmu serta penguatan ilmu agama (tafaqquh fiddin) yang rahmatan lil ‘alamin. amin

7 (tujuh) Program Unggulan Pesantren

Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang hakikatnya menjadi sentralisasi dalam mencari ilmu dan perkembangan nilai-nilai keislaman yang rahmatal lil 'alamin seyogyanya memiliki program- program unggulan tafaquh fiddin dalam ketercapaian misi dan visinya menjawab problematika dan tantangan zaman. Melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Dit PD Pontren) Kementerian Agama RI, terdapat 7 (tujuh) Program Unggulan Pesantren, sebagai berikut:

1.       Penguatan tradisi akademik tafaquh fiddin pada pesantren
2.       Pendidikan Kader Ulama calon pimpinan pondok pesantren
3.       Penguatan Pesantren Takhasus Tahfid Al- Qur’an melalui program Beasiswa Tahfid Al- Quran kerjasama UICCI Sulaimaniyah, Turki.
4.       Pengiriman/ pertukaran asatidz
5.       Penyelenggaraan dan pengembangan kapasitas kelembagaan Pendidikan Diniyah Formal Satuan Pendidikan Muadalah, dan Ma’had Aly pada pondok pesantren
6.       Pendidikan Terpadu Anak Harapan

7.       Program Indonesia Pintar (PIP) untuk santri Pendidikan Keagamaan Islam